A. Latar Belakang Masalah
Linguistik merupakan ilmu yang menjadikan bahasa sebagai objek kajiannya. Bahasa merupakan alat yang digunakan untuk menyampaikan informasi dalam komunikasi baik secara lisan maupun tidak lisan. Pada umumnya bahasa yang digunakan dalam suasana formal akan berbeda jika dibandingkan dengan suasana tidak formal dan bahasa tertulis sering berbeda pula dengan bahasa lisan. Namun, baik bahasa formal maupun tidak formal atau bahasa lisan maupun tertulis terdapat satu komponen yang sangat penting di dalamnya. Komponen penting ini disebut “makna”. Dalam tataran ilmu linguistik, makna diberi istilah semantik.
Semantik merupakan ilmu yang dapat dikatakan luas cakupannya. Tidak hanya mempelajari semantik tetapi juga mempelajari kaitan semantik itu sendiri dengan bidang ilmu lainnya. Pateda (2001:11) mengemukakan bahwa masalah makna tidak hanya menjadi urusan ahli yang bergerak di bidang semantik tetapi juga menjadi kajian ahli yang bergerak di bidang filsafat, logika dan psikologi. Oleh karena itu, seperti yang sudah disebutkan bahwa ilmu-ilmu yang terkait pasal semantik di dalamnya antara lain linguistik, psikologi, logika, dan filsafat. Menarik jika kita paham mengapa semantik memiliki hubungan dengan ilmu-ilmu tersebut. Atas dasar inilah kami dari kelompok satu berusaha menemukan sumber bagaimana semantik itu berhubungan dengan disiplin ilmu lain. Pembahasan tentang hubungan ilmu semantik dengan ilmu linguistik, psikologi, logika, dan filsafat akan diuraikan satu per satu pada bagian pembahasan.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian dari semantik, linguistik, psikologi, logika, dan filsafat?
2. Bagaimanakah semantik dapat dikatakan berhubungan dengan linguistik, psikologi, logika dan filsafat?
C. Tujuan Penulisan
Secara umum makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Semantik sebagai tugas presentasi kelompok. Secara khusus, makalah ini bertujuan untuk menambah pengetahuan mahasiswa tentang ilmu semantik dan hubungannya dengan disiplin ilmu yang lain sehingga ilmu semantik mampu diterapkan tidak hanya dalam pembelajaran tetapi juga dalam kehidupan bermasyarakat.
Pembahasan
A. Pengertian Semantik dan Ilmu Lainnya yang Terkait
Pengetian yang mudah dipahami perihal semantik disampaikan oleh Verhaar (1999:385) yang mengemukakan bahwa semantik merupakan cabang dari ilmu linguistik yang meneliti arti atau makna. Dengan kata lain semantik menjadikan makna sebagai objek penelitian ataupun kajiannya. Para ahli yang lain seperti Samuel dan Kiefer, Lehrer, serta Kambartel juga memberi pengertian yang tidak jauh beda dengan pengertian yang dikemukakan oleh Verhaar.
Makalah ini akan membahas tentang hubungan semantik dengan beberapa disiplin ilmu. Oleh karena itu, sebelum kita meninjau hubungannya terlebih dahulu kita tinjau pengertian dari berbagai ilmu yang berhubungan dengan semantik itu sendiri.
Ilmu yang pertama adalah linguistik. Menurut Verhaar (1996:3) linguistik berarti ilmu tentang bahasa. Bahasa menjadi objek kajiannya. Linguistik memiliki beberapa cabang ilmu yaitu fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik. Jadi semantik merupakan bagian dari ilmu linguistik. Tentu banyak kaitannya antar cabang ilmu linguistik tersebut.
Ilmu yang kedua adalah Psikologi. Secara etimologi kata psikologi berasal dari bahasa Yunani Kuno yaitu psyce dan logos. Psyce berarti jiwa, roh, atau sukma dan logos yang berarti ilmu. Abdul Chaer (2003:2) menyatakan bahwa psikologi berarti ilmu jiwa atau ilmu yang menjadikan jiwa sebagai objek kajiannya. Terkadang seseorang menggunakan bahasa dalam suasana yang berbeda-beda. Ketika jiwa dalam suasana bahagia maka bahasa yang diproduksi tentu akan berbeda dengan bahasa yang diproduksi ketika jiwa dalam keadaan yang tidak tenang.
Ilmu yang ketiga adalah Logika. Menurut Kamus Bahasa Indonesia (1990:193) logika memiliki arti pengetahuan tentang cara berpikir secara sehat dan beralasan serta masuk akal. Artinya kalimat yang nantinya dihasilkan oleh seseorang harusnya memiliki makna yang beralasan dan masuk akal sehingga diterima oleh orang yang membaca atau mendengar kalimat tersebut.
Ilmu selanjutnya adalah Filsafat. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) elektronik versi 1.3 filsafat memiliki arti pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi mengenai hakikat segala yang ada, sebab, asal, dan hukumnya. Kalimat-kalimat yang ditulis atau diujarkan seseorang akan berbeda segi analisis maknanya menurut ahli filsafat yang disebut filsuf. Biasanya filsuf akan mempermasalahkan makna dari sebuah kata itu sampai ke akar-akarnya yang dalam pengertian disebutkan sebagai sebab dan asal.
B. Hubungan Semantik dengan Ilmu Lainnya
1. Hubungan semantik dengan ilmu linguistik
Sudah dibahas sebelumnya bahwa semantik merupakan salah satu cabang ilmu linguistik. Tentu antara semantik dengan cabang ilmu linguistik lainnya memiliki hubungan yang bisa dikatakan sangat dekat. Seseorang yang melakukan komunikasi dengan orang lainnya tentu memiliki makna yang ingin disampaikan dalam struktur bahasa yang diutarakan. Jadi, pemaknaan itu penting dalam berbahasa karena jika berbahasa tanpa makna sama saja dengan berbicara tanpa arah dan tujuan yang jelas. Penjelasan tentang hubungan semantik dengan cabang ilmu linguistik lainnya akan dibahas pada paragraf berikutnya.
Pada tataran cabang ilmu linguistik, cabang ilmu tingkat pertama adalah fonologi. Fonologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang bunyi bahasa. Dalam ilmu fonologi, bunyi bahasa itu dapat membedakan makna. Contoh perbedaan bunyi bahasa yang membedakan makna yaitu :
• Kata apel yang bermakna buah dengan kata apel yang bermakna upacara.
• Kata perang yang bermakna pertempuran dengan kata perang yang bermakna merah kecoklatan atau kekuningan.
Makna yang berhubungan dengan ilmu fonologi ini lebih kepada makna yang muncul karena perbedaan bunyi pada beberapa kata yang berbeda dan perbedaan satu huruf saja pada sebuah kata yang mampu memunculkan makna baru.
Cabang ilmu linguistik setelah fonologi adalah morfologi. Morfologi merupakan ilmu yang mengkaji tentang morfem atau kata. Kata yang sudah ditetapkan artinya dalam kamus tentu berbeda dengan kata yang sudah ditambahkan kata lain didepannya. Sebagai contoh perhatikan kata dasar dan rangkaian kata lain berikut.
• kaki
• kaki meja
• kaki gunung
Dari ketiga contoh tersebut, contoh pertama dan kedua pasti kita ketahui maknanya meskipun membaca sepintas. Makna yang kita tangkap dari contoh kaki meja dan kaki gunung tentu berbeda dengan bentuk dasar kaki yang sudah memiliki arti tersendiri di dalam kamus. Penambahan-penambahan kata pada kata atau bentuk dasar dapat mempengaruhi makna dari bentuk dasar itu sendiri.
Cabang ilmu linguistik setelah morfologi adalah sintaksis. Menurut Rostina Taib (2012:5) Sintaksis merupakan ilmu yang mengkaji hubungan antar kata dalam kalimat. Ruang lingkup yang dipelajari tidak hanya kalimat tetapi juga frasa dan klausa. Dalam membuat kalimat yang sekurang-kurangnya harus terdiri atas unsur subjek dan predikat juga harus memiliki makna yang padu. Pateda (2001:12) menyatakan bahwa kalimat yang digunakan oleh manusia untuk berkomunikasi merupakan kalimat yang bermakna dan masuk akal bagi pembaca atau pendengar. Sebagai contoh :
• katak yang berlari mengejar musang
• wahyu memakan batu-bata
Dari kedua contoh kalimat tersebut, memang secara struktur kalimat dapat dikatakan benar tetapi makna yang dimiliki kalimat ini tidak benar karena tidak logis. Pada kalimat pertama, ketidaklogisan terdapat pada katak yang berlari karena pada kenyataannya katak tidak dapat berlari tetapi hanya dapat melompat. Jadi tidak masuk akal jika katak itu berlari. Pada kalimat kedua, ketidaklogisan terdapat pada subjek wahyu yang seorang manusia makan batu. Tidak logis jika manusia makan batu selapar apapun orang itu. Intinya, kalimat tidak hanya harus benar sesuai struktur tetapi juga harus sinkron antara makna dan kenyataan.
2. Hubungan semantik dengan ilmu psikologi
Sudah dijelaskan sebelumnya bahwa psikologi itu merupakan ilmu tentang jiwa. Dalam berkomunikasi menggunakan kalimat dengan orang lain tentu kalimat yang dihasilkan oleh penulis atau pembicara bergantung pada suasana hati maupun keadaan jiwanya. Akan berbeda kalimat yang dihasilkan oleh orang yang sedang bahagia dengan orang yang sedang sedih dan berbeda pula kalimat yang dihasilkan oleh orang yang terganggu jiwanya dengan orang yang sehat jiwanya. Sebagai contoh :
• Ucha sedang malas bertemu dengan Sri
• Iswani ingin melompat dari lantai tiga gedung FKIP
• Sapu itu terlihat terbang tadi malam
Contoh yang pertama, Ucha sedang malas bertemu dengan Sri dapat dimaknai oleh seorang psikolog dengan mengaitkan makna kalimat ini dengan keadaan jiwa atau suasana hati penulis atau pembicara. Analisis yang dilakukan seorang psikolog dari kalimat tersebut antara lain:
• mengapa Ucha malas bertemu Sri?
• apakah yang mengganggu Ucha jika bertemu Sri?
• siapakah yang mengujarkan kalimat ini? Uchakah atau orang lainkah?
Contoh yang kedua, Iswani ingin melompat dari lantai tiga gedung FKIP. Analisis yang dilakukan oleh psikolog terhadap pemaknaan kalimat tersebut antara lain :
• mengapa Iswani ingin melompat dari lantai tiga?
• bagaimana keadaan jiwanya?
• apakah yang mengganggu jiwanya sehingga dia ingin berbuat demikian?
Contoh yang ketiga, kalimat sapu itu terlihat terbang tadi malam juga dianalisis oleh seorang psikolog tidak jauh berbeda dengan dua contoh kalimat sebelumnya. Analisis tersebut antara lain:
• siapakah yang mengujarkan kalimat ini?
• bagaimanakah keadaan jiwanya?
• apakah yang mengganggu pikirannya?
• apakah dia sedang berhalusinasi ketika mengujarkan kalimat ini?
Setidaknya begitulah analisis yang akan dilakukan seorang ahli psikologi terhadap makna dari kalimat yang diujarkan seseorang. Makna yang dilahirkan bergantung pada keadaan jiwa orang yang mengujarkan. Penting bagi psikolog untuk mengetahui keadaan jiwa dalam pemaknaan sebuah kalimat karena psikolog akan mempelajari reaksi manusia, gejala jiwa, baik yang melewati kegiatan verbal maupun yang nonverbal (Pateda:16).
3. Hubungan semantik dengan ilmu logika
Dalam berbahasa memang dituntut agar berbahasa yang logis atau masuk akal sehingga dapat diterima apa yang ingin disampaikan tersebut. Bahasa ilmiah berbeda dengan bahasa sastra yang tidak menuntut harus selalu menggunakan bahasa yang bermakna logis karena sastra itu pembebasan pikiran menuju alam imajinasi yang mampu menciptakan dunia baru yang berbeda dengan dunia nyata yang kita jalani sebagaimana mestinya. Kembali kepada bahasa yang kita pelajari adalah kalimat-kalimat yang harus logis. Perhatikan contoh kalimat berikut.
• kambing menangkap Ina
• kotak itu tidak dapat diangkat
• aku akan mencintaimu sampai si bisu mengatakan bahwa si tuli mendengar si buta melihat si pincang sedang berjalan.
Kalimat yang pertama secara struktur kalimat dapat diterima karena unsurnya lengkap mulai dari subjek, predikat, dan adanya kehadiran objek. Namun, secara ilmu logika tentu tidak berterima karena tidak masuk akal jika hewan bernama kambing menangkap manusia yang bernama Ina. Kambing merupakan hewan pemamah biak yang memakan rumput dan biasa dijadikan hewan ternak. Tidak mungkin jika hewan ternak mampu menangkap seorang manusia. Tentu tidak ada alasan bagi seekor kambing untuk melakukan pekerjaan menangkap manusia. Jadi kalimat ini tentu sangat tidak masuk akal.
Kalimat kedua kotak itu tidak dapat diangkat dijelaskan oleh Parera (1991:187) bahwa kalimat ini tidak masuk akal karena belum jelas tidak dapat diangkat oleh siapa dan berapa orang. Di samping itu, tidak diketahui kotak tersebut terbuat dari apa sehingga tidak dapat diangkat oleh orang yang tidak diketahui jumlahnya sehingga kalimat ini masih tergolong kalimat yang tidak masuk akal.
Contoh ketiga juga secara struktur kalimat dapat diterima tetapi secara logika kalimat aku akan mencintaimu sampai si bisu mengatakan bahwa si tuli mendengar si buta melihat si pincang sedang berjalan sangat tidak logis. kata-kata seperti bisu yang dapat berbicara, tuli yang dapat mendengar, buta yang dapat melihat dan pincang yang dapat berjalan merupakan rangkaian kata yang mustahil dalam bahasa ilmiah karena terjadi kontradiksi antar kata tersebut. Misalanya kata bisu yang berkontradiksi dengan berkata, kata tuli yang berkontradiksi dengan mendengar, kata buta berkontradiksi dengan melihat, begitu pula kata pincang yang berkontradiksi dengan kata berjalan.
Bahasa merupakan sarana berpikir logis sehingga kehadiran makna menjadi hal yang sangat urgen di sana. Bahasa yang tidak logis seperti bahasa yang tidak memberikan keterukuran, pengalaman, nyata, dan bersifat kontradiksi tidak memenuhi bahasa keilmuan atau bahasa ilmiah yang menuntut kelogisan makna di dalamnya.
4. Hubungan semantik dengan ilmu filsafat
Dalam ilmu filsafat, bahasa yang memproduksi kalimat-kalimat untuk berkomunikasi dipertanyakan asal penamaannya. Filsuf memang orang yang sanggup mempertanyakan kebenaran sampai ke dasar-dasarnya. Tidak heran jika mereka memiliki pandangan luas dan tidak ingin dibatasi pemikirannya terhadap kebenaran sesuatu. Perhatikan analisis mereka terhadap kalimat berikut.
• kelompok satu sedang mempresentasikan makalah mereka.
• dosen kami merupakan lulusan luar negeri
contoh kalimat pertama akan dianalisis pemaknaannya oleh ahli filsafat antara lain:
• mengapa manusia yang berkumpul lebih dari satu orang itu disebut kelompok?
• mengapa setiap yang di awal atau yang menjadi yang pertama itu disebut satu? bukan sati atau sata?
• mengapa menampilkan atau menyajikan sesuatu untuk khalayak ramai itu disebut presentasi?
• mengapa digunakan kata makalah? bukan makalih, makeleh, atau sebagainya?
Contoh kalimat kedua pun tidak jauh berbeda bentuk analisisnya oleh filsuf seperti yang telah dianalisis pada kalimat sebelumnya. Analisisnya antara lain:
• mengapa digunakan kata dosen untuk orang yang mengajar di perguruan tinggi?
• mengapa digunakan kata kami? mengapa tidak digunakan kata kama, kimi dan sebagainya?
Analisis yang sama terjadi pada kata-kata berikutnya yang intinya mempertanyakan asal dari kata tersebut dan mengapa digunakan kata itu untuk makna yang menunjukkan seperti ini, dari mana dasarnya, mengapa demikian, dan sederetan pertanyaan mendasar yang susah untuk kita jelaskan. Pertanyaan-pertanyaan yang apabila ditanyakan kepada orang yang bukan ahli filsafat hanya bisa menjawab dengan kalimat “karena memang sudah seperti itu sejak dulu”. Analisis-analisis yang membuntukan pemikiran kita sebagai orang yang awam ilmu filsafat.
5. Hubungan semantik dengan ilmu politik
Ada satu ilmu lagi yang sangat mementingkan semantik di dalamnya. Ilmu tersebut adalah ilmu politik. Ilmu politik merupakan ilmu yang memperlajari tentang seluk-beluk ketatanegaraan baik mengenai sistem, dasar, maupun siasat negara. Pateda (2001:14) menjelaskan beberapa contoh keterkaitan semantik dengan ilmu politik. Perhatikan cotoh kalimat berikut ini.
• pemerintah sedang berusaha menyesuaikan tarif BBM tahun ini.
• jika tarif BBM naik tahun ini dikhawatirkan masyarakat akan mengganggu ketertiban.
Urutan kata menyesuaikan tarif pada contoh kalimat pertama digunakan untuk menggantikan urutan kata menaikkan harga karena pertimbangan politik. Sebenarnya makna dari kedua urutan kata tersebut sama. Namun digunakan urutan kata menyesuaikan tarif karena dirasa urutan kata tersebut lebih halus dan dapat diterima masyarakat dengan mudah. Begitu pula urutan kata mengganggu ketertiban digunakan untuk menggantikan kata berontak. Hal yang sama terjadi pada urutan kata ini yaitu digunakan karena lebih halus, sopan, berpendidikan, dan mudah diterima oleh masyarakat. Oleh karena itu, semantik dalam hal ini pemaknaan terhadap kata-kata yang dipilih oleh politikus sangat penting. Tidak heran jika politikus yang profesional itu sangat ahli dalam berbahasa dan biasanya bahasa mereka lebih halus sehingga sampai ke masyarakat dan menjadi mudah membujuk masyarakat jika terjadi sesuatu yang menyebabkan perdebatan.
Demikianlah penjelasan hubungan antara semantik dengan beberapa disiplin ilmu lain yang jika dikaji dan paham sangat bermanfaat bagi kehidupan kita. Banyak yang dapat menjadi pelajaran baru dan banyak pula yang akan membuka wawasan kita bahwa setiap ilmu itu tidak mutlak berdiri sendiri. Ilmu itu pasti membutuhkan ilmu lain dalam perkembangannya.
Penutup
A. Kesimpulan
Berdasarkan pemaparan pada bagian pembahasan tentang hubungan semantik dengan ilmu lainnya dapat kita ambil kesimpulan bahwa cabang ilmu linguistik yang disebut semantik ini berperan penting dalam berbagai disiplin ilmu bahkan ilmu yang sangat mendasar. Oleh karena semantik merupakan ilmu yang mempelajari makna dalam artian yang luas ia menjadi sangat penting dalam berbagai disiplin ilmu sehingga banyak bermanfaat. Tidak hanya bermanfaat untuk ilmu yang membahas seputar bahasa tetapi juga bermanfaat bagi didang ilmu lainnya seperti psikologi, logika, filsafat, bahkan ilmu politik.
Setelah mempelajari ilmu semantik ini semoga kita dapat menerapkannya dalam ilmu yang lain seperti yang sudah diuraikan.
B. Saran
Semantik dapat dikatakan cabang ilmu yang sulit karena berbagai macam aspek makna dan dari segi mana makna itu akan dilihat. Keterkaitannya dengan ilmu lain pun berbeda cara pemaknaannya sehingga perlu bagi kita untuk benar-benar memahami kembali dasar semantik ini. semoga setelah mempelajari ilmu semantik kita dapat menerapkannya dalam ilmu yang lain seperti yang sudah diuraikan sehingga ilmu linguistik kita menjadi sempurna.
Daftar pustaka
Chaer, Abdul. 2003. Psikolinguistik Kajian Teoritik. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Parera, Jos Daniel. 1991. Teori Semantik. Jakarta: Erlangga.
Pateda, Mansoer. 2001. Semantik Leksikal. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Taib, Rostina. 2012. Sintaksis. Banda Aceh: CV. Bina Nanggroe.
Verhaar. 1999. Asas-Asas Linguistik Umum. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Yasin, Sulkan dan Sunarto Hapsoyo. 1990. Kamus Bahasa Indonesia Praktis dan Populer. Surabaya: Mekar Surabaya.
KBBI Offline versi 1.3
luar biasa buat otak saya ngebul stelah baca makalah ini. trimakasih utk yg buat makalah
BalasHapusluar biasa buat otak saya ngebul stelah baca makalah ini. trimakasih utk yg buat makalah
BalasHapusBagus, thanks sudah berbagi
BalasHapusTerimakasih... Makalah ini cukup membantu membuka pikiran saya setelah sebelumnya bingung untuk mencari refrensi yg membahas hubungan semantik dan ilmu lainnya
BalasHapus